Laman

Jumat, 13 Desember 2013

KRITIK SASTRA FEMINIS (Resume Teori Feminis)

Para penulis wanita dan pembaca wanita selalu bekerja melawan hakikatnya sendiri. Aristoteles mengatakan bahwa “Wanita adalah wanita berdasarkan atas kekurangan mereka terhadap kualitas-kualitas tertentu”, dan St. Thomas Aquinas yakin bahwa wanita adalah “laki-laki yang tidak sempurna”. Ketika Donne menulis “Air and Angels” ia menyinggung (tetapi tidak menyangkal) teori Aquinas bahwa bentuk adalah laki-laki dan masalah adalah perempuan: pikiran laki-laki yang unggul seperti dewa, mengesankan bentuknya pada masalah yang perempuan, yang tak berdaya dan lemah. Dalam masa sebelum Mendel, para lelaki memandang sperma mereka sebagai benih yang aktif yang memberi bentuk kepada ovum yang menanti dan kekurangan identitas hingga menerima pengaruh laki-laki. Dalam trilogi Aeschylus, The Oresteia, kemenangan dianugerahkan oleh Athena kepada tuntutan laki-laki, sesuai dengan pendapat Apollo, bahwa ia bukan orang tua anaknya.

Kenangan prinsip laki-laki intelek membawa akhir pemerintahan Furies, perempuan yang sensual dan memaksakan patriarki atas matriarki. Kritik feminis kadang-kadang memancing kemarahan Fury untuk menganggu ketentuan berpuas diri kebudayaan partiarkal dan untuk menciptakan iklim yang kurang menekan bagi para penulis dan pembaca wanita. Kadang-kadang para kritikus wanita menggunakan akal untuk “mendekonstruksi” cara-cara melihat yang didominasi laki-laki, Marry Elman, misalnya, menyarankan bahwa kita mungkin lebih suka memandang ovum sebagai pemberanian, merdeka, dan individualistis (lebih dari “apathetic”) dan sperma itu sebagai penyesuaian diri dan seperti domba (lebih daripada “enthusiastic”).

Masalah Teori Feminis

Beberapa pemikir menolak “teori”. Dalam lembaga-lembaga akademik “teori” sering bersifat laki-laki, bahkan bersifat macho; teori adalah studi sastra yang sukar, intelektual, dan avant-garde. Watak laki-laki yang keras bertujuan mendorong dan berambisi besar mendapatkan tempatnya dalam “teori” ketimbang dalam seni penafsiran kritik yang lembut. Kaum feminis seringkali menunjukkan objektivitas ilmu pengetahuan laki-laki yang curang. Banyak kritik feminis ingin melarikan diri dari “ketepatan dan ketentuan” teori dan konseptual sebagai milik suatu tradisi teoritis yang diakui (dan oleh karena itu, barangkali dihasilkan oleh laki-laki.

Dalam diskusi tentang pokok perbedaan seksual, tampak ada lima fokus pokok yang muncul, yaitu:
1. Biologi.
Adanya ungkapan “Tota mulier in utero” (perempuan tak lain adalah sebuah kandungan) merupakan alasan yang memperlakukan biologi sebagai dasar dan yang mengecilkan sosialisasi perempuan.
2. Pengalaman.
Pengalaman seorang perempuan meliputi perbedaan persepsi dan kehidupan emosi para wanita tidak melihat sesuatu hal dengan cara yang sama dengan lelaki, dan mempunyai ide dan perasaan yang berbeda tentang apa yang penting atau tidak penting.
3. Wacana
Dalam bukunya “Man-Made Languange”,  Dale Spender menyatakan anggapannya bahwa secara mendasar wanita itu ditindas oleh bahasa yang dikuasai laki-laki.
4. Ketidaksadaran
Beberapa penulis feminis telah mendobrak sama sekali biologisme dengan mengasosiasikan “perempuan” dengan proses yang cenderung meruntuhkan autoritas wacana “lelaki”. Seksualitas wanita bersifat revolusioner, subversif, beragam, dan “terbuka”.
5. Kondisi sosial dan ekonomi
Kaum feminis Marxis, telah mencoba menghubungkan perubahan kondisi sosial ekonomi dan ekonomi serta perubahan imbangan kekuatan di antara kedua jenis kelamin. Mereka setuju dengan kaum feminis yang lain dalam menolak hakikat keperempuanan yang universal.

Kate Millet dan Michele Barret; Feminisme Politis

Tingkatan penting dalam feminisme modern dicapai oleh Kate Millet dalam bukunya Sexual Politics (1970). Ia mempergunakan istilah “patriarkhi” (pemerintahan ayah) untuk menguraikan sebab penindasan wanita. Patriarkhi meletakkan perempuan di bawah laki-laki atau memperlakukan perempuan sebagai lelaki yang inferior. Kekuatan digunakan secara langsung atau tidak langsung dalamm kehidupan sipil dan rumah tangga untuk membatasi wanita. Meskipun ada kemajuan demokrasi, menurut Millet; wanita masih terus dikuasai oleh suatu sistem peranan-kejenisan yang stereotipe yang menguasai mereka sejak usia muda. Ia meminjam dari ilmu pengetahuan kemasyarakatan pembedaan yang penting antara “seks” dan “jenis kelamin”. Seks ditentukan secara bilogis, tetapi “jenis kelamin” adalah pengertian psikologis yang menunjuk secara kultural identitas seksual yang diperlukan.

Barret memberikan analisis feminis yang bersifat Marxis tentang penggambaran jenis kelamin. Pertama kali, ia menyambut argumen materialis Virginia Woolf bahwa kondisi yang mempengaruhi laki-laki dan perempuan dalam menghasilkan kesusastraan secara material berbeda dan mempengaruhi bentuk serta isi yang mereka tulis. Kita tidak dapat memisahkan masalah jenis kelamin yang stereotipe dari kondisi materialnya dalam sejarah. Hal ini berarti bahwa pembebasan tidak akan datang hanya dari perubahan dalam kebudayaan. Kedua, ideologi jenis kelamin mempengaruhi cara hasil penulisan orang laki-laki dan perempuan dibaca dan bagaimana hukum kecemerlangan ditetapkan. Ketiga, para kritikus feminis harus memperhitungkan kodrat fiksional teks-teks sastra dan tidak memperturutkan “moralisme yang merajalela” dengan mengutuk semua penulis pria yang memamerkan seksisme dalam buku mereka dan setuju dengan para penulis wanita untuk mengangkat persoalan jenis kelamin. Teks tidak mempunyai arti yang tetap, tafsiran tergantung pada keadaan dan ideologi pembaca.

Tulisan Wanita dan Gynokritik

Karya Elaine Showalter, A Literature of Their Own (1977), mengkaji tentang para novelis wanita Inggris sejak Brontes dari sudut pandang pengalaman wanita. Ia beranggapan bahwa tidak ada seksualitas atau imajinasi wanita yang berpembawaan halus atau pasti, karena itu, ada perbedaan mendalam antara hasil tulisan perempuan dengan laki-laki, dan bahkan seluruh tradisi penulisan itu telah dilupakan oleh para kritikus pria: “benua tradisi wanita yang hilang telah timbul seperti benua Atlantis dari lautan Kesusastraan Inggris:. Ia membagi tradisi ini ke dalam tiga fase. Pertama, fase “feminin”, 1840-1880, termasuk Elizabeth Gaskell dan George Eliot. Para penulis wanita meniru dan menghayati standar estetika pria yang dominan, yang menghendaki para penulis wanita tetap sebagai wanita terhormat. Latar utama karya mereka adalah lingkungan rumah tangga dan kemasyarakatan. Mereka dibayangi rasa bersalah atas keterlibatan mereka kepada kepengarangan yang mementingkan diri sendiri dan menerima batasan tertentu dalam pengungkapan, menghindari kekasaran dan sensualitas. Fase “feminis”, 1880-1920, meliputi para penulis  seperti Elizabeth Robins dan Olive Schreiner. Kaum feminis radikal pada periode ini menganjurkan utopi separatis Amazonian dan persahabatan wanita yang berhak memilih. Ketiga, “wanita”, fase (1920 dan seterusnya) mewarisi ciri-ciri fase sebelumnya dan memperkembangkan ide tentang kekhususan tulisan wanita dan pengalaman wanita.

Teori Kritik Feminis Perancis

Feminisme Perancis dipengaruhi oleh psikoanalisis, terutama teori-teori Freud dan Lacan. Dengn mengikuti teori-teori Lacan, mengatasi permasalahan terhadap Freud yang dilakukan oleh sebagian besar feminis. Secara tak terhindarkan para feminis dengan pahit mereaksi kepada pandangan bahwa wanita itu “pasif, memuja diri, penyedih, dan cemburu-zakar” (Eagleton), sebagai tak punya sesuatu dalam dirinya kecuali hanya dapat diukur dalam hubungan dengan suatu norma laki-laki. Bagaimanapun juga, beberapa feminis Perancis telah menekankan bahwa “zakar” atau “phallus” Freud adalah suatu konsep “simbolik” bukanlah aktualisasi biologis. Penggunaan Lacan atas istilah itu mendorong konotasi kuno phallus dalam kultus kesuburan. Kata itu juga digunakan dalam bacaan teologi dan antropologi dengan penunjukan kepada arti simbolik organ itu sebagai kekuatan.

Sketsa tentang feminisme dan teori sastra feminis telah menyarankan kerangka ruang dan variasi pendekatan yang muncul akhir-akhir ini. Terbukti sulit bagi kaum feminis untuk mengembangkan teori tanpa kembali mengikuti jalan teori yang dikembangkan laki-laki. Beberapa wanita telah menegaskan bahwa teori feminis yang agak lengkap dapat muncul hanya melalui pengalaman wanita atau dari kesadaran mereka, wanita harus menghasilkan bahasa mereka sendiri dan konsep mereka sendiri tentang semesta (universe), yang mungkin dilihat tidak rasional bagi laki-laki (Maryun-Mer).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar