KRITIK SASTRA FEMINIS (Resume Teori Feminis)
Para penulis wanita dan pembaca
wanita selalu bekerja melawan hakikatnya sendiri. Aristoteles mengatakan
bahwa “Wanita adalah wanita berdasarkan atas kekurangan mereka terhadap
kualitas-kualitas tertentu”, dan St. Thomas Aquinas yakin bahwa wanita
adalah “laki-laki yang tidak sempurna”. Ketika Donne menulis “Air and Angels”
ia menyinggung (tetapi tidak menyangkal) teori Aquinas bahwa bentuk
adalah laki-laki dan masalah adalah perempuan: pikiran laki-laki yang
unggul seperti dewa, mengesankan bentuknya pada masalah yang perempuan,
yang tak berdaya dan lemah. Dalam masa sebelum Mendel, para lelaki
memandang sperma mereka sebagai benih yang aktif yang memberi bentuk
kepada ovum yang menanti dan kekurangan identitas hingga menerima
pengaruh laki-laki. Dalam trilogi Aeschylus, The Oresteia, kemenangan
dianugerahkan oleh Athena kepada tuntutan laki-laki, sesuai dengan
pendapat Apollo, bahwa ia bukan orang tua anaknya.
Kenangan prinsip laki-laki intelek
membawa akhir pemerintahan Furies, perempuan yang sensual dan memaksakan
patriarki atas matriarki. Kritik feminis kadang-kadang memancing
kemarahan Fury untuk menganggu ketentuan berpuas diri kebudayaan
partiarkal dan untuk menciptakan iklim yang kurang menekan bagi para
penulis dan pembaca wanita. Kadang-kadang para kritikus wanita
menggunakan akal untuk “mendekonstruksi” cara-cara melihat yang
didominasi laki-laki, Marry Elman, misalnya, menyarankan bahwa kita
mungkin lebih suka memandang ovum sebagai pemberanian, merdeka, dan
individualistis (lebih dari “apathetic”) dan sperma itu sebagai penyesuaian diri dan seperti domba (lebih daripada “enthusiastic”).
Masalah Teori Feminis
Beberapa pemikir menolak “teori”. Dalam
lembaga-lembaga akademik “teori” sering bersifat laki-laki, bahkan
bersifat macho; teori adalah studi sastra yang sukar, intelektual, dan
avant-garde. Watak laki-laki yang keras bertujuan mendorong dan
berambisi besar mendapatkan tempatnya dalam “teori” ketimbang dalam seni
penafsiran kritik yang lembut. Kaum feminis seringkali menunjukkan
objektivitas ilmu pengetahuan laki-laki yang curang. Banyak kritik
feminis ingin melarikan diri dari “ketepatan dan ketentuan” teori dan
konseptual sebagai milik suatu tradisi teoritis yang diakui (dan oleh
karena itu, barangkali dihasilkan oleh laki-laki.
Dalam diskusi tentang pokok perbedaan seksual, tampak ada lima fokus pokok yang muncul, yaitu:
1. Biologi.
Adanya ungkapan “Tota mulier in utero”
(perempuan tak lain adalah sebuah kandungan) merupakan alasan yang
memperlakukan biologi sebagai dasar dan yang mengecilkan sosialisasi
perempuan.
2. Pengalaman.
Pengalaman seorang perempuan meliputi
perbedaan persepsi dan kehidupan emosi para wanita tidak melihat sesuatu
hal dengan cara yang sama dengan lelaki, dan mempunyai ide dan perasaan
yang berbeda tentang apa yang penting atau tidak penting.
3. Wacana
Dalam bukunya “Man-Made Languange”, Dale Spender menyatakan anggapannya bahwa secara mendasar wanita itu ditindas oleh bahasa yang dikuasai laki-laki.
4. Ketidaksadaran
Beberapa penulis feminis telah mendobrak
sama sekali biologisme dengan mengasosiasikan “perempuan” dengan proses
yang cenderung meruntuhkan autoritas wacana “lelaki”. Seksualitas
wanita bersifat revolusioner, subversif, beragam, dan “terbuka”.
5. Kondisi sosial dan ekonomi
Kaum feminis Marxis, telah mencoba
menghubungkan perubahan kondisi sosial ekonomi dan ekonomi serta
perubahan imbangan kekuatan di antara kedua jenis kelamin. Mereka setuju
dengan kaum feminis yang lain dalam menolak hakikat keperempuanan yang
universal.
Kate Millet dan Michele Barret; Feminisme Politis
Tingkatan penting dalam feminisme modern dicapai oleh Kate Millet dalam bukunya Sexual Politics
(1970). Ia mempergunakan istilah “patriarkhi” (pemerintahan ayah) untuk
menguraikan sebab penindasan wanita. Patriarkhi meletakkan perempuan di
bawah laki-laki atau memperlakukan perempuan sebagai lelaki yang
inferior. Kekuatan digunakan secara langsung atau tidak langsung dalamm
kehidupan sipil dan rumah tangga untuk membatasi wanita. Meskipun ada
kemajuan demokrasi, menurut Millet; wanita masih terus dikuasai oleh
suatu sistem peranan-kejenisan yang stereotipe yang menguasai mereka
sejak usia muda. Ia meminjam dari ilmu pengetahuan kemasyarakatan
pembedaan yang penting antara “seks” dan “jenis kelamin”. Seks
ditentukan secara bilogis, tetapi “jenis kelamin” adalah pengertian
psikologis yang menunjuk secara kultural identitas seksual yang
diperlukan.
Barret memberikan analisis feminis yang
bersifat Marxis tentang penggambaran jenis kelamin. Pertama kali, ia
menyambut argumen materialis Virginia Woolf bahwa kondisi yang
mempengaruhi laki-laki dan perempuan dalam menghasilkan kesusastraan
secara material berbeda dan mempengaruhi bentuk serta isi yang mereka
tulis. Kita tidak dapat memisahkan masalah jenis kelamin yang stereotipe
dari kondisi materialnya dalam sejarah. Hal ini berarti bahwa
pembebasan tidak akan datang hanya dari perubahan dalam kebudayaan.
Kedua, ideologi jenis kelamin mempengaruhi cara hasil penulisan orang
laki-laki dan perempuan dibaca dan bagaimana hukum kecemerlangan
ditetapkan. Ketiga, para kritikus feminis harus memperhitungkan kodrat
fiksional teks-teks sastra dan tidak memperturutkan “moralisme yang
merajalela” dengan mengutuk semua penulis pria yang memamerkan seksisme
dalam buku mereka dan setuju dengan para penulis wanita untuk mengangkat
persoalan jenis kelamin. Teks tidak mempunyai arti yang tetap, tafsiran
tergantung pada keadaan dan ideologi pembaca.
Tulisan Wanita dan Gynokritik
Karya Elaine Showalter, A Literature of Their Own
(1977), mengkaji tentang para novelis wanita Inggris sejak Brontes dari
sudut pandang pengalaman wanita. Ia beranggapan bahwa tidak ada
seksualitas atau imajinasi wanita yang berpembawaan halus atau pasti,
karena itu, ada perbedaan mendalam antara hasil tulisan perempuan dengan
laki-laki, dan bahkan seluruh tradisi penulisan itu telah dilupakan
oleh para kritikus pria: “benua tradisi wanita yang hilang telah timbul
seperti benua Atlantis dari lautan Kesusastraan Inggris:. Ia membagi
tradisi ini ke dalam tiga fase. Pertama, fase “feminin”,
1840-1880, termasuk Elizabeth Gaskell dan George Eliot. Para penulis
wanita meniru dan menghayati standar estetika pria yang dominan, yang
menghendaki para penulis wanita tetap sebagai wanita terhormat. Latar
utama karya mereka adalah lingkungan rumah tangga dan kemasyarakatan.
Mereka dibayangi rasa bersalah atas keterlibatan mereka kepada
kepengarangan yang mementingkan diri sendiri dan menerima batasan
tertentu dalam pengungkapan, menghindari kekasaran dan sensualitas. Fase
“feminis”, 1880-1920, meliputi para penulis seperti Elizabeth
Robins dan Olive Schreiner. Kaum feminis radikal pada periode ini
menganjurkan utopi separatis Amazonian dan persahabatan wanita yang
berhak memilih. Ketiga, “wanita”, fase (1920 dan seterusnya)
mewarisi ciri-ciri fase sebelumnya dan memperkembangkan ide tentang
kekhususan tulisan wanita dan pengalaman wanita.
Teori Kritik Feminis Perancis
Feminisme Perancis dipengaruhi oleh
psikoanalisis, terutama teori-teori Freud dan Lacan. Dengn mengikuti
teori-teori Lacan, mengatasi permasalahan terhadap Freud yang dilakukan
oleh sebagian besar feminis. Secara tak terhindarkan para feminis dengan
pahit mereaksi kepada pandangan bahwa wanita itu “pasif, memuja diri,
penyedih, dan cemburu-zakar” (Eagleton), sebagai tak punya sesuatu dalam
dirinya kecuali hanya dapat diukur dalam hubungan dengan suatu norma
laki-laki. Bagaimanapun juga, beberapa feminis Perancis telah menekankan
bahwa “zakar” atau “phallus” Freud adalah suatu konsep “simbolik” bukanlah aktualisasi biologis. Penggunaan Lacan atas istilah itu mendorong konotasi kuno phallus
dalam kultus kesuburan. Kata itu juga digunakan dalam bacaan teologi
dan antropologi dengan penunjukan kepada arti simbolik organ itu sebagai
kekuatan.
Sketsa tentang feminisme dan teori
sastra feminis telah menyarankan kerangka ruang dan variasi pendekatan
yang muncul akhir-akhir ini. Terbukti sulit bagi kaum feminis untuk
mengembangkan teori tanpa kembali mengikuti jalan teori yang
dikembangkan laki-laki. Beberapa wanita telah menegaskan bahwa teori
feminis yang agak lengkap dapat muncul hanya melalui pengalaman wanita
atau dari kesadaran mereka, wanita harus menghasilkan bahasa mereka
sendiri dan konsep mereka sendiri tentang semesta (universe), yang mungkin dilihat tidak rasional bagi laki-laki (Maryun-Mer).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar